May 27, 2016

[Jangan Bilang Emak Saya] Bertualang Sendiri ke Pulau Bintan Nan Sunyi (Bag - 1)

Inilah motor yang menemani perjalanan saya selama 2 hari di Pulau Bintan
Judulnya terinspirasi dokumenter National Geographic yang berjudul "Dont Tell My Mom", soal trip berbahaya yang si pelakunya berharap tidak ada yang memberitahu Ibunya. Saya juga begitu, jangan bilang emak saya ya kalau kali ini saya akan jalan sendiri, sorangan, bukan apa-apa, saya tidak mau membuat dia kepikiran. Saya memang lagi pengen aja bertualang sendiri.



Indonesia bahagia lagi, tanggal merah berturut-turut 2 hari, Kamis dan Jumat, jadi jika digabung dengan Sabtu dan Minggu, kita akan libur 4 hari berturut-turut, asyik banget kan. Tapi sejak sebulan lalu saya sudah pusing *baca: galau* mikirin akan kemana. Mengapa pusing? Karena saya nggak punya budget liburan saat ini. Kalau punya budget, saya mah nggak pusing, malah mungkin nambah liburan dengan cuti, tinggal booking tiket ke Jepang, Amrik atau yurop, nambah deh cuti 6 hari, supaya komplit 10 hari. Tapi kan hidup ini bukan selalu soal liburan, tapi juga soal tabungan yang berkurang, rencana-rencana yang masih di angan dan juga soal banyaknya pengeluaran bulan lalu. (Ini ngomong apa sih? Saya juga bingung). Mulai ngelantur deh. Maaf

Kemana? kemana? kemana? *Ayu Ting Ting*
Saya lalu browsing soal Pulau Kundur, sebuah pulau yang masih terletak di Kepulauan Riau, mengapa ke Kundur? karena saya sedang ingin ke tempat agak sepi dan berinteraksi dengan masyarakat, pantai yang tidak populer mungkin, bukit kecil mungkin, yang penting sepi dah. Saya sudah berangan-angan aja bagaimana suasana disana, duduk disamping tenda sambil minum teh hangat, lalu ngemil kacang, atau tidur di hammock dengan angin yang bertiup sepoi sepoi

Tiket roro saya dan motor
Setelah mencari info sana sini, saya mendapat informasi bahwa kapal roro (roll in roll off) Batam-Kundur sedang diperbaiki dan tidak akan beroperasi selama sebulan. Saya segera mencoret Kundur dari daftar, karena rencana saya kali ini adalah membawa motor. Tidak lama saya berfikir untuk mengalihkan rencana ke Pulau Bintan, ada beberapa tempat disana yang belum saya kunjungi. Saya pun mulai mencari informasi online dan membuat itinerary

Hari ke 2 liburan saya berangkat dengan membawa sebuah ransel dan mengikatnya dibelakang motor. Oh ya, saya meminjam motor abang, karena motor saya hanya bisa dipakai didaerah Free Trade Zone Area (FTZ Batam), artinya tidak bisa dibawa keluar pulau Batam

Jam 9.30 saya sudah bergerak dari rumah, mengisi bensin hingga penuh, lalu mengikatkan ransel di tempat duduk belakang dengan tali plastik (tali rafia). Saya singgah di Ruko Mega Legenda untuk membeli cemilan dan masker untuk melindungi saya dari debu dan asap selama perjalanan


Jalanan sepi yang saya lewati

Horror di Perjalanan

Setibanya di punggur saya langsung membeli tiket, Rp 31.000 untuk motor dan 20.000 untuk dewasa. Seingat saya beberapa tahun yang lalu, motor hanya 15,000 sama dengan tiket dewasa. Tempat menaruh kendaraan di kapal sudah nyaris penuh, saya masih bisa menyelipkan motor saya diantara 2 buah truk, seandainya bukan kendaraan kecil seperti motor, saya pasti harus menunggu kapal roro berikutnya

Saya mencatat, kapal mulai berangkat jam 11.30 dan tiba persis jam 12.30. Ada sedikit gerimis ketika kami tiba di Tanjung Uban. Saya segera memacu kendaraan saya mencari jalan menuju Pantai Trikora. Setelah bertanya beberapa kali, akhirnya saya mendapatkan jalan yang tepat. Setelah melewati kota, tidak terlalu banyak persimpangan, jadi tidak terlalu perlu memikirkan arah, hanya memacu motor. Tiba di persimpangan Sungai Kecil saya beristirahat sambil makan disebuah warung yang menjual soto, sambil memanfaatkan kesempatan bertanya pada pemilik warung, kemana arah menuju Pantai Trikora.

Setelah Sungai Kecil, jalanan yang saya lalui sangat sepi, hanya beberapa kali berpapasan dengan orang lain yang naik motor atau motor, tapi sungguh, saat itu saya tidak terbersit membayangkan apa jadinya kalau tiba-tiba ban motor saya kempes, mungkin karena kejadian itu terlalu menakutkan.

Suatu ketika saya melihat hujan datang dari depan kearah saya, saya beruntung disebelah jalan ada pondok kecil semacam/mirip pos security, saya menaruh motor persis disamping pondok itu lalu duduk menunggu hujan berhenti. Kira-kira 20 menit kemudian hujan agak reda, masih ada gerimis kecil, saya pun memacu motor saya lagi. Kira-kira 10 menit kemudian hujan lebat kembali, dan saya berhenti disebuah bengkel yang sedang banyak motor singgah untuk menghindar hujan juga seperti saya. Mereka remaja belasan tahun yang mengingatkan saya pada Yuyun, seorang remaja berusia 14 tahun yang diperkosa  14 orang remaja yang sebagian masih berusia belasan. Mereka memberi petunjuk lagi tentang jalan menuju Trikora, katanya sih tinggal 20 menitan lagi. Asyik, sudah dekat

Setelah hujan reda saya melanjutkan perjalanan lagi, please deh hujan, jangan datang lagi, saya lelah kamu gangguin diperjalanan ini. Dipersimpangan terakhir yang harus dilalui, saya salah jalan lagi dan harus kembali ke jalan semula untuk menuju jalan yang benar

Selanjutnya, dari persimpangan itu, jalanan sangat horror, bukan jelek atau rusak, tapi karena kesunyian yang luar biasa. Ketika ada motor mendekat, saya akan berpindah ke jalur kanan karena cemas. Saya cuma melihat 2 atau 3 motor selama 30 menit di perkebunan sawit itu. Perasaan antara takut, takjub dengan keindahan pemandangan bercampur aduk. Tapi dilain sisi saya juga senang dengan kesunyian itu.

Pantai Trikora

Begitu keluar dari perkebunan sawit, saya segera melihat Pantai Trikora, ada pondok-pondok kecil menghadap laut yang bisa dipertimbangkan untuk tempat menginap. Saya bertanya pada pemilik pondok apakah saya bisa menginap disana, boleh katanya, dengan biaya 40,000 rupiah, menggunakan toilet Rp 2000 dan mandi Rp 3000. Saya bertanya apakah rumah disebelah sana (menunjuk sebuah rumah yang berjarak sekitar 100 meter) adalah sebuah keluarga dan mereka akan menginap disana malam itu? Si Bapak bilang iya. Sip, saya segera memutuskan tempat itu cukup aman untuk menginap sendiri karena ada "tetangga"

Pizzaria di Pantai Trikora, hanya Rp 50.000
Pizzaria, Pantai Trikora
Saya duduk dan menikmati pemandangan sebentar, lalu memutuskan mencari makan malam. Saya mengendarai motor lagi, tidak sampai 10 menit menyusuri jalan raya, terlihat plank bertuliskan "Pizzaria". Cukup sering dengar soal Warung pizza ini, karenanya saya cukup penasaran dan memang ingin mencicipi dalam trip ini. Padahal tadinya sebenarnya hanya mencari warung nasi. Saya segera masuk dan masih membiarkan tas ransel  terikat di motor, lalu memesan Tuna Pizza dan es teh manis, atau orang Batam menyebutnya teh obeng. 

Pesanan agak lama datangnya karena memang pengunjung sedang ramai. Oh ya, pengunjung duduknya ditempat terbuka, dibawah pohon-pohon, pantai terlihat jelas. Saya melihat sebuah rombongan besar sedang berkumpul, mereka memakasi kaos yang seragam dengan tulisan "SMANSA". Mungkin maksudnya SMA Satu, entah Batam, entah Tanjung Pinang

Pizza saya datang dan langsung saya makan dengan lahap, saya memang sangat lapar, rasanya tidak terlalu istimewa, tapi roti nya memang garing karena jenis yang disajikan adalah pizza Italia. Saya membayar Rp. 50.000 untuk pizza itu dan 20.000 untuk es teh manisnya. Itu adalah teh manis termahal yang pernah saya minum seumur hidup saya


Si ganteng yang melayani pesanan sambil bernyanyi
Diperjalanan kembali kepantai, saya bertanya kepada beberapa pemilik pondok, berapa biaya kemping disana, ada yang menyebut tidak tahu karena suami sedang tidak ada, ada yang menyebut 100,000. Saya.memutuskan tetap menginap di tempat semula. Hari sudah menjelang magrib ketika saya mendirikan tenda. Saya memutuskan tidak memasang fly sheetnya karena tak mau repot, kalaupun hujan, tinggal pindah ke pondok pikir saya

Saya menghampiri rumah yang ada didekat situ dan menyapa si Ibu, kemudian menyampaikan saya akan kemping disana (sambil.menunjuk tenda), dan saya meminta Ibu itu untuk mau mendengar jika ada suara dari arah tenda, dan datang membantu. Dia bilang iya. Saya terpaksa berbohong dengan mengatakan bahwa akan ada teman yang datang, karena tahu reaksi yang akan muncul dan malas menjawab pertanyaan-pertanyaan yang (saya duga) pasti muncul jika bilang saya sendiri. Kami mengobrol sebentar, lalu saya kembali ke tenda.

Suasana tempat duduk di Pizzaria, Bintan
Saat merapikan di tenda, Ibu itu datang dengan 4 anaknya untuk mengobrol, kami duduk di pondok sambil makan kacang dua kelinci *bukan iklan*. Obrolan kami antara lain soal kasus Yuyun, seorang siswa berusia 14 tahun yang diperkosa dan dibunuh beramai-ramai. kebetulan si Ibu punya anak seusia Yuyun yang ikut duduk bersama kami. Saya juga sempat bertanya berapa kilo ikan yang bisa didapatkan suaminya sebagai nelayan setiap malamnya. Ternyata bisa mencapai 1 ton dan penjualannya bisa jutaan. Pantas saja saya selalu melihat rumah nelayan selalu bagus-bagus. Kembali saya meminta si Ibu untuk datang kalau ada apa-apa, si Ibu mengatakan ada anjing yang menjaga kami, anjingnya memang ada bersama kami ketika itu

Malam Yang Horror

Menjelang tidur, saya sempat chatting lewat WhatsApp dengan teman-teman di Batam, saat itu baterai hp sudah nyaris mati, lalu tidur sekitar jam 9. Sekitar jam 12 malam terbangun karena anjing si Ibu disebelah menggonggong terus menerus. Angin tidak bertiup lagi, saya merasa gerah tapi tidak berani membuka tenda. Tapi ada jendela tenda yang terbuka untuk ventilasi. Anjing terus menggonggong, saya mengambil senter dan memastikan pisau lipat yang saya sengaja sediakan dipojok tenda ada ditempatnya. Anjing mendekat kearah saya sambil terus menggongong. Saya membayangkan seseorang tiba-tiba membuka tenda saya. Horror itu berlangsung terus hingga jam 3 pagi ketika saya tertidur lagi.


Tenda saya di Pantai Trikora, Bintan
 
Perjalanan saya di rekam dengan GPS, terlihat 2 kali saya melenceng dari jalan yang benar


Paginya saya terbangun dan melihat hari sudah terang, lalu pergi sarapan di warung yang berjarak sekitar 300-400 meter dari tenda agar bisa men charge hp. Setelah memesan saya bertanya apakah bisa men charge hp. Si ibu bilang listrik mati sejak semalam. Hiks, ya sudahlah. Saya sarapan dan kembali ke tenda untuk mandi di kamar mandi yang disediakan untuk penyewa pondok. Teman saya Cahaya berniat menyusul tapi bingung akan menggunakan kendaraan apa. Saya membayar biaya sewa pondok tapi si Ibu menolak karena katanya saya tidurnya di tenda. Akhirnya saya menyodorkan Rp 10.000, saya bilang saya sudah memakai kamar mandi mereka. Selesai packing saya memacu kendaraan ke arah Lagoi, tujuan saya adalah Treasure Bay

Di malam ke-2 di Bintan, saya akan menjalani malam yang lebih horror dari pada lolongan anjing semalaman. Silahkan dilihat di tulisan bagian ke 2 ya :)

 





25 comments:

  1. Kamu kereeeeen! Dan aku kangen perjalanan kayak gini...
    Iya ya... kalo kemping atau jalan sendiri gini yang namanya pisau lipat wajib selalu dikantongin ya kak :D

    ReplyDelete
  2. hehehe...makasih mbak Dian, aku cukup berani nginap disana sendiri karena ada "tetangga"

    ReplyDelete
  3. Omaigaaaad,serem banget sih kak!! ga kebayang loh pisau lipat itu, gimana klo anjingnya kelaparan atau ada orang jahat, bakal kecabik2 sama pisau itu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu kan buat jaga2 aja ka, hope for the best, prepare for the worst kata orang kampungku :p

      Delete
  4. Kemping berdua di Pulau Akar aja membuatku ciut soalnya penduduk bilang banyak perompak. Akhirnya mereka yang jagain kita tidur haha. Keren Rin, aku malah pengen naik sepeda ke Bintan. Tapi kalau sendiri terus pecah ban gak bisa ganti sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Lin, serem kalo ada masalah ama kendaraan, rombongan aja sepedaannya

      Delete
  5. Mbak keren. Saya dulu sering jalan naik motor kayak gini tapi rame2. Seru ceritanya. Jadi tertantang jalan2 sendirian.

    ReplyDelete
  6. Duh kerennn kali kak rina ini, yang pasti dapet pengalaman hidup yang warbiyasah ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beli mas, don't rich people difficult :p

      Delete
  7. Seru ya solo travelingnya. Mau coba juga, tapi gak punya tenda :)

    ReplyDelete
  8. Antara takjub dan horor! Haha.. Keren ceritanya Mbak Rina..

    ReplyDelete
  9. Wah! Seru banget itu bisa travelling sendirian ngemotor, keren banget! Gak sabar nunggu part 2nya euy, apa yang lebih horor lagi ya :"

    ReplyDelete
  10. I'll tell your mom..

    Huehehehehe

    etapi keren lho. aku juga baru pulang kemping di banjarmasin. cuma belum masukin ke blog.

    ReplyDelete
  11. Mmg motor di batam ada aturan nya ??? Ngak boleh di bawah keluar batam ???

    ReplyDelete
  12. Mas Cumi: Batam kan area bebas pajak, jadi motornya masuk bebas pajak, tapi kan kalo dibawa keluar batam sudah bukan area bebas pajak lagi, gitu mas. Bisa dibawa keluar kalau bayar pajak

    ReplyDelete
  13. aih..jangan2 yg digonggong anjing itu sesuatu yang astral ya hihihi....

    ReplyDelete
  14. mustinya judulnya "Mak Aku Mau Piknik Ngga Bilang Mamak"

    ReplyDelete
  15. piniknya bilang kakak Danan, tapi nggak bilang sendiri ^_^

    ReplyDelete

Terimakasih sudah mampir, silahkan tinggalkan pesan untuk tulisan ini yaa. Terimakasih