October 24, 2017

Terpukau Danau Maninjau

Danau Maninjau dilihat dari Puncak Lawang
Danau terbeken di Sumatera Barat ini sudah menjadi magnet dan menarik-narik hati saya untuk berkunjung. Maka pada perjalanan akhir September lalu, saya memasukkan danau ini jadi tempat utama. Bahkan saya menyusun perjalanan supaya kami menginap disini 2 malam.


Saya dan Ibu saya datang ke Danau Maninjau dari Payakumbuh, karena mengunjungi Lembah Harau sebelumnya.  Kendaraan yang kami gunakan adalah angkutan umum, yaitu bis PO Sarah yang kami ambil di Sari Lamak. Kami minta diturunkan di Simpang Maninjau (Padang Jauah). Dari sini kami menunggu bis lagi. Disini ada calo yang langsung datang menghampiri, menawarkan mobil travel semacam kijang. Saya mau saja. Tapi kemudian ada masalah karena pengunjung lain tidak kunjung datang. Mereka menunggu 3 penumpang lain selain kami. Saya bilang ke abang calonya bahwa jika kami menunggu terlalu lama kami akan naik bis yang lewat. Akhirnya kami naik bis umum

Tadinya sempat kepikiran untuk explore Sumbar dengan carter mobil atau naik kereta api. Saya sudah akan memesan tiket keretaMungkin akan bisa mendatangi tempat-tempat tujuan dengan waktu singkat karena lebih hemat waktu dijalan. Tapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami memutuskan naik bis.  Padahal saat itu sedang ada promo tiket kereta api. Pertimbangannya adalah kalau menyetir sendiri, saya khawatir dengan tikungan dan jurang di Sumbar yang terkenal "aduhai". Dan stasiun kereta cukup jauh dari Lembah Harau dan Danau Maninjau, sedangkan bis umum mengantar kami langsung ke tujuan.

Video perjalanan kami bisa dilihat di video dibawah ini



Berbagai Event Menarik Akan Meriahkan Festival Bahari Kepri 2017

Horrornya Kelok 44

Dari Simpang itu perjalanan sekitar 1,5 jam. Karena tadinya berencana menyewa mobil, saya sudah mencari tahu bagaimana kondisi jalan disini. Katanya, berkelok-kelok tajam dan banyak jurangnya. Dari berselancar di dunia maya juga saya tahu sudah banyak mobil yang terjatuh kejurang-jurang itu. Karena membaca inilah saya mengurungkan niat menyewa mobil. Keputusan yang saya syukuri setelah melihat sendiri jalannya. Terutama saat detik-demi detik berada didalam mobil yang berjalan pelan menyusuri kelokan demi kelokan.

Saya berkali-kali menahan nafas sambil bilang addduhh, ihhhh, aduuuh, sambil memegang sandaran kursi yang ada didepan saya. Padahal melewati 44 kelokan itu tidak sebentar. Pemandangan Danau Maninjau yang sudah mulai terlihat pun tidak bisa mengurangi kengerian.

Lega rasanya ketika turun dari mobil. Kami diturunkan didekat didepan jalan dengan plank Muaro Beach Bungalow. Saya memang meminta kernet untuk diturunkan disana. Walau awalnya dia tidak tahu, saya melihatnya bertanya-tanya pada penumpang lain. Penumpang nampaknya cukup kenal penginapan-penginapan disana dan memberitahu si abang kernet

Muaro Beach Bungalow

Berjalan kaki dari jalan raya ke Muaro Beach Bungalow sekitar 10 menit. Melewati jalan kecil. Kami tiba disambut pemilik yang ramah. Penginapan berada persis di pinggir danau dan menghadap danau. Hari sudah sore, kami menikmati pemandangan danau dari teras kamar, kemudian makan malam di restoran bungalow. Perjalanan cukup melelahkan sehingga kami tidur pukul 20.30

Baca juga Lamaran Pekerjaan Lewat Email Yang Bikin Ngakak


Penginapan ini terdiri atas bungalow-bungalow, jadi terpisah-pisah setiap unitnya. Bungalow ini dikelola oleh keluarga. Dulu dibangun oleh orangtua dan diturunkan ke anaknya. Harga kamar yang kami tempati cma Rp 150.000/malam, makan sekitar 20 hingga 40 ribuan. Disini juga bisa menyewa motor seharga 80rb/hari


Emak berenang didepan bungalow




Muaro beach Bungalow, kamar kami


Replika kapal, spot foto cantik

Berkeliling Danau Dengan Motor

Pagi hari kami membawa motor sewaan berkeliling jalan sepanjang danau, beberapa kali berhenti dijalan untuk melihat-lihat dan mengambil foto. Tiba-tiba hujan turun, kami berhenti didepan salah satu rumah dipinggir jalan. Setelah hujan reda, kami melanjutkan perjalanan. Hujan datang lagi ketika posisi kami sedang ditengah jalan sepi, tidak ada tempat berteduh. Hujan sangat lebat, salam 1 menit sebelum kami menemukan tempat berteduh, kami sudah basah kuyup. Akhirnya tidak ada pilihan, kami harus kembali ke penginapan. Dijalan, kami berhenti membeli makan siang


Puncak Lawang

Setelah berganti pakaian dan makan di teras bungalow, emak tidur. Saya langsung mencari abang yang kerja di Bungalow itu. Dia menawarkan untuk mengantar saya ke Puncak Lawang semalam ketika kami mengobrol. Emak langsung melarang, karena dia tahu perjalanan harus melewati kelok 44 lagi. Ssebagian hati saya saat itu berfikir tidak udah pergi, dan sebagian lagi masih ingin pergi. Saya memang ingin mengkhususkan perjalanan ini untuk Ibu saya. Jadi kesenangan saya nomor 2. Tapi karena dia tidur, saya jadi bisa pergi.


Baca juga Pengajuan Visa Australia Saya Ditolak

Si abang bersedia dan pulang kerumahnya untuk mengambil jaket. Saya bilang ke emak saya akan pergi ke ATM, dia menjawab sambil terkantuk-kantuk. Akirnya kami berangkat. Hari masih mendung dan saya berharap hujan tidak turun lagi.

Si abang bilang perjalanan sekitar 1 hingga 1,5 jam. Di motor, kelok 44 tidak sama mengerikannya dengan ketika kita didalam mobil. Saya tidak terlalu takut. Apalagi si abang mengemudikan dengan mahir. Nggak kebayang kalau saya yang bawa motor sendiri seperti rencana awal saya.

Sekitar 1 jam perjalanan kami tiba. Tiket masuk Rp 15.000/orang. Karena si abang orang setempat saya tidak harus membayar untuk dia. Pemandangan sangat bagus. Inilah jenis pemandangan yang disebut orang dikampung saya "breathtaking" atau mencengangkan. Saya terkagum-kagum. Danau Maninjau terpampang dibawah kami secara lengkap. Artinya semua bagian terlihat. Tidak seperti kalau kita melihat dari bawah. Bukit-bukit hijau mengelilinginya dengan anggunnya. Tidak heran Laudya Cintya Bella memilih berfoto pre wedding disini.

Saya tidak menyesal sama sekali kesana. Pemandangan disana pasti lebih sempurna jika cuaca lebih cerah. Ada bendera merah putih dan replika sampan untuk dijadikan spot foto yang oke

Bukit Sakura

Si abang semalam bilang setelah dari Puncak Lawang pulangnya kami bisa ke Bukit Sakura. Jadi selanjutnya kami menuju Bukit Sakura. Perjalanan dari Puncak Lawang ke Bukit Sakura melewati bukit bukit. Jalan kecil yang kami lewati memang dibuat di punggungan bukit-bukit. Motor yang kami naiki tipe Honda (Kirana) kalau tidak salah, cukup gagah menaiki tanjakan demi tanjakan. Jalan kecil itu versi mini kelok 44, karena tajamnya kelokan serupa, tapi disana kelokan nya mungkin lebih dari 100. Tidak terbayang kalau saya pergi sendiri, saya pasti harus takut dan bingunng di setiap persimpangan, jalan mana yang akan diambil. Jika waktu banyak hal itu tentu tidak masalah, tetapi saat itu sudah sekitar jam 5 sore



Danau Maninjau dilihat dari Bukit Sakura

Hari masih mendung, dan akhirnya kami tiba di puncak Bukit Sakura. Disini kita bisa memandang Danau maninjau secara utuh. Kalau di Puncak Lawang terlihat melebar, di Bukit Sakura danau  terlihat memanjang (lihat foto).  Kami menikmati pemandangan sekitar 15 menit, lalu naik ke motor lagi untuk kembali ke penginapan. Jalanan semakin ajaib, tapi sekarang lebih banyak turunan. Turunan yang sangat terjal, yang membuat saya harus menahan nafas sambil berpegangan ke motor. Kami melewati ladang dan rumah-rumah penduduk dan mesjid yang banyak diantaranya terlihat sangat tua. Papan dan seng yang menghitam. Sesekali si abang menyapa orang dipinggir jalan, entah dia kenal mereka atau hanya bertegir sapa dengan orang setempat


Baca: Budget Perjalanan Filipina Selama 10 Hari


Hari sudah gelap ketika kami tiba kembali di Muaro Beach Bungalow. Saya capek tetapi sangat senang. Saya memberikan Rp 100.000 buat si abang untuk mengganti bensin. Si emak sedang duduk didepan Bungalow. Dia tidak marah ketika saya beritahu kalau saya baru kembali dari Puncak Lawang. Malam itu adalah malam terakhir di Danau Maninjau dan juga Sumatera Barat. Kami memesan mobil travel untuk berangkat ke Padang pagi dan kembali ke Batam sorenya. Jalan ke Padang kebetulan melintasi Toko Christine Hakim, yang menjual kerupuk sanjay (kerupuk singkong pedas) khas Sumatera Barat. Kami minta diturunkan disana, kemudian naik gocar ke Bandara

Perjalanan kali ini kurang banyak mengunjungi tempat-tempat yang ingin saya kunjungi, saya ingin membuat perjalanan nyaman buat ibu saya, jadi saya meminimalisir berpindah-pindah tempat. Sampai ketemu lagi SUMBAR! Saya pasti datang lagi

Mendaki Osmena Peak, Puncak tertinggi Di Cebu


No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah mampir, silahkan tinggalkan pesan untuk tulisan ini yaa. Terimakasih