|
Death Railway/Rel Kematian |
Ada jejak sejarah dunia disebuah kota kecil bernama Kancanaburi, Thailand. Ketika dunia sedang bergolak dalam perang dunia ke II, kota kecil ini (yang mungkin dulu hanyalah desa) ikut terlibat, walau mereka tidak ikut berperang. Jejak perang masih kental terlihat disetiap sudut kota.
Ketika berkunjung kesana saya sempat melihat beberapa tempat sejarah ini. Melihat tempat-tempat ini kita dibawa membayangkan suasana ketika itu. Ketika puluhan ribu tahanan dan masyarakat sipil dipaksa bekerja membangun jembatan dan rel untuk akses tentara Jepang ke Burma. Pembangunan rel kematian ini meninggalkan jejak jelas hingga sekarang
Rel Kematian
Rel Kereta yang melintas di Kanchanaburi ini bernama Burma Railway atau juga dikenal dengan nama the Death Railway atau Rel Kematian. Rel ini dibangun pada tahun 1943 oleh Jepang untuk menjadi lalu lintas mereka ke Burma. Dalam pembangunan rel yang mencapai panjang 415 km ini, Jepang menggunakan tahanan perang yang berasal dari tetara sekutu, dan juga masyarakat sipil
Baca Juga: Tragedi Demi Tragedi Pejalanan Myanmar
Sebanyak 61.000 orang tawanan perang dan diperkirakan 180.000 hingga 250.000 masyarakat asia dipaksa membangunan rel ini. Selama proses itu, para tahanan hidup dalam kondisi memprihatinkan. Makanan yang diberikan sangat minim sehingga membuat mereka kurus kering, kekurangan gizi dan tidak mendapatkan perawatan terhadap penyakit yang diderita. Selain itu mereka juga disiksa. Ribuan tahanan meninggal dalam kondisi memprihatinkan dan kemudian dimakamkan di Kanchanaburi. Kematian diperkirakan mencapai 30 hingga 50 %
|
Awalnya bagian atas jembatan ini melengkung, setelah dibom oleh pasukan sekutu, Jepang membangunnya kembali. Bagian yang berbeda adalah bagian yang diperbaiki |
|
Kuil disebelah Jembatan |
|
Patung Dewi Kwan Im |
|
Rel kereta yang masih digunakan hingga sekarang |
|
Rel dan jembatan yang melewati sungai Kwai |
|
Kendaraan milik tentara sekutu yang diparkirkan didekat Jembatan. Beberapa bagian mobil sudah dirubah untuk dijadikan food truck |
Rel sepanjang 451 km yang dibuat Jepang dalam kurun 1.5 tahun melintasi Sungai Kwai, karena itu, jembatan ini juga menjadi objek yang menarik untuk dilihat. Sebuah film tentang jembatan ini pernah dibuat pada tahun 1957 dan menjadikannya semakin populer dan menjadikannya objek wisata populer di Thailand
Rel ini masih aktif digunakan hingga sekarang. Di bagian yang sering dikunjungi turis, disediakan tempat untuk pengunjung berdiri di pinggiran rel, agar mereka aman dari kereta yang melintas. Jembatan masih berdiri dengan kokoh. Sungai Kwai yang indah memberikan tambahan pemnadangan indah pada nilai sejarah yang melekat pada jembatan ini. Disamping jembatan juga ada kuil cina.
Pemakaman Tahanan Perang
Para tahanan perang yang hidup dalam kondisi memprihatinkan banyak yang meninggal karena kerja paksa dan gizi buruk. Mereka dimakamkan di beberapa pemakaman yang masih dipelihara oleh pemerintahan Thailand sampai sekaraang. Saya sempat mengunjungi 2 diataranya. 2 pemakaman ini sangat rapi, batu nisan dibuat seragam dan di ujung pemakaman ada sebuah salib besar.
|
Add caption |
|
Cucu salah satu tentara yang dimakamkan di pemakaman ini datang berziarah dan meninggalkan bunga |
|
Pemakaman tawanan perang di Kancanaburi sebelum direnovasi |
Saya membaca beberapa tulisan di nisan. Usia para tentara ini ketika meninggal masih sangat muda. diantaranya 22, 23, 29, 31. Tentunya ada yang berusia diatas itu, tapi kebanyakan yang saya lihat berusia di awal 30an. Selain informasi seperti nama, tanggal lahir dan kematian, pangkat, keluarga juga menyematkan beberapa kata yang cukup mengharukan, salah satunya: Resting far away but deep in our hearts at home. His loving wife, mum and dad (bisa dilihat di foto-foto yang saya lampirkan di tulisan ini)
JEATH Museum
JEATH adalah singkatann nama-nama negara yang terlibat dalam pembangunan Rel Kematian, yaitu Jepang, Australia, Amerika, Thailand dan Holland (Belanda). Dalam bahasa Thailand, museum ini disebut PhÃphÃtháphan Songkhram Wát Tâi (Wat Tai War Museum).
Harga tiket museum ini 50 Baht, atau sekitar Rp. 22.500. Museum berada di sebuah gedung yang terbuat dari dinding bambu dan atap rumbia. Isi museum kebanyakan adalah foto-foto, potongan surat kabar dan benda-benda yang berasal dari perang dunia ke II seperti senjata dari pihak yang berperang, radio komunikasi, baterai, samurai, pistol, bom, alat memasak hingga botol minuman pada tentara
|
Rel dalam masa pembuatannya |
|
Tahanan perang mencuci pakaian tanpa sabun |
|
Tahanan perang sedang menumbuk beras untuk membuat bubur |
Ada sebuah ruangan dimana pengunjung bisa melihat sebuah film dokumenter tentang pembangunan 'Death Railway". Film berisi potongan-potongan foto dan video pembangunan rel kereta. Ketika kami menonton.
Museum ini sangat sederhana, tidak begitu lengkap menurut saya. Dengan harga 50 Baht, tentunya kita tidak bisa berharap banyak
Meski demikian, kesederhanaan museum ini tidak mengurangi haru yang kita rasakan membayangkan penderitaan para tahanan perang dan penduduk yang dipaksa bekerja membangun rel kereta itu. Apalagi banyak foto memperlihatkan tahanan hidup dengan pakaian seadanya, bahkan mereka hanya memakai cawat. Hidup hanya di pondok tanpa dinding dan berlantai tanah
|
Alat komunikasi perang saat itu |
|
Baterai untuk alat komunikasi |
|
Berbagai senjata tajam tentara Jepang |
Posisi museum berada di pinggir sungai, sehingga akan ada seorang pria yang mendekati kita untuk menawarkan tour menyusuri sungai
Konon museum ini dikelola pihak kuil yang memang berada disebelah museum. Setelah museum, kita bisa melanjutkan kunjungan ke kuil yang cukup megah tersebut
Secara keseluruhan, museum ini tidak terlalu banyak memberikan informasi. Banyak foto yng hanya mempunyai keterangan dalam bahasa Thailand. Tapi untuk pelengkap latar sejarah Death Railway, sebaiknya mengunjunjungi museum ini dan pemakaman tawanan perang (Kancanaburi War Cemetery)
Baca Juga:
2 comments
Wahh. Kak Rina jalan-jalan ke Thailand. Keren ya, rel kereta di jembatan. Sesnasinya pas naik gimana ya? Deg deg serrr....
ReplyDeleteKayak kerja rodi di Jawa ya. Saya pikir di Thailand gak ada kayak gitu karena gak pernah dijajah.
ReplyDeleteTerimakasih sudah mampir, silahkan tinggalkan pesan untuk tulisan ini yaa. Terimakasih